Menuntut Pemerintah Inggris Atas Pemboman Surabaya November 1945
Menuntut Pemerintah Inggris Atas Agresi Militer Yang Dimulai Dengan Pemboman Surabaya 10 November 1945
Kronologi
Kegiatan
Disampaikan oleh batara R. Hutagalung
Ketua Yayasan Persahabatan November '45
Banyak teman-teman dan kenalan yang mendengar
mengenai kegiatan menuntut pemerintah Inggris untuk bertanggungjawab dan
meminta maaf kepda bangsa Indonesia umumnya, rakyat Surabaya khususnya, atas
pemboman Surabaya November – Desember 1945, namun tidak mengetahui secara rinci
mengenai kegiatan ini.
Sehubungan dengan hal ini, saya sampaikan
kronologi kegiatan dan hasilnya sebagai berikut:
-
Sebagai
Ketua Aliansi Reformasi Indonesia (ARI) saya memrakarsai berdirinya suatu wadah
untuk menuntut pemerintah Inggris agar bertanggungjawab atas agresi militer di Surabaya dan Jawa Timur yang dimulai dengan pemboman
Surabaya pada 10 November 1945. Pemboman dan penyerangan terhadap Surabaya yang berlangsung selama tiga minggu, telah mengakibatkan tewasnya sekitar 20.000 rakyat
Surabaya, sebagian besar adalah sipil, termasuk wanita dan anak-anak,
dan pengungsian sekitar 150.000 penduduk, serta hancurnya sebagian dari kota
Surabaya bagian selatan.
Tahun 1994 saya membuat konsep, "Sejarah Sebagai Senjata," yaitu membuka lembaran sejarah hitam negara-negara bekas penjajah dan menuntut negara-negara tersebut atas berbagai kejahatan perang dan kejahatan atas kemanuisaan. Gagasan ini didukung
oleh Bapak Mayjen TNI (Purn.) KRMH Jonohatmodjo (tahun 1975 beliau adalah Deputi IV BAKIN Bidang Counter Intelligence) dan Ibu Hj. Lukitaningsih Radjamin, Ketua Wirawati Catur Panca (Wanita
Pejuang ’45) dan Bapak Suyatno Yosodipoero, Ketua Eksponen Pejuang Kemerdekaan Dan
Generasi Penerus RI.
Pada 9 November 1999
didirikan Komite Pembela Hak Asasi Rakyat Surabaya Korban Pemboman November
1945 (KPHARS). Para pendiri lain dan anggotanya adalah para sesepuh pejuang
Surabaya Oktober/ November 1945, putra-putri pejuang Surabaya dan simpatisan
lain.
-
Pada 9 November 1999,
juga diselenggarakan Saresehan dengan tema “10 November 1945. Hari Pahlawan
Yang Terlupakan.” Hadir a.l. Mayjen TNI (Purn.) EWP Tambunan (Alm.), Angkatan
’45, yang juga mantan Gubernur Sumatera Utara), Kol. TNI (Purn.) Alex E.
Kawilarang (Alm.), mantan Panglima Teroitorium VII Sumatera Utara tahun 1949,
Prof. Dr. Subroto, pelaku pertempuran Surabaya November 1945, yang juga mantan
Menteri Pertambangan dan Energi, dan sejumlah sesepuh angkatan ’45 serta
putra-putri pejuang ’45.
-
Pada 10 November 1999,
KPHARS melakukan demonstrasi di Kedutaan Inggris, dan diterima oleh Simon Thonge, First Secretary Political di
Kedutaan Besar Inggris. KPHARS menyampaikan Petisi kepada Perdana Menteri Tony
Blair, yang isinya menuntut Pemerintah Inggris untuk:
1.
Meminta maaf kepada
rakyat di Surabaya atas pemboman pada bulan November 1945, yang mengakibatkan
tewasnya sekitar 20.000 orang, sebagian terbesar adalah pendudk sipil.
2. Bertanggungjawab
atas kehancuran yang diakibatkan oleh agresi militer tersebut.
Kami sampaikan, bahwa
masalah pemboman dan agresi militer oleh tentara Inggris atas kota Surabaya yang mengakibatkan
tewasnya sekitar 20.000 orang merupakan kejahatan perang, dan kejahatan atas
kemanusiaan. Tujuan KPHARS bukanlah untuk membalas dendam, melainkan
menyelesaikan permasalahan ini sebagai teman, dan melakukan rekonsiliasi, namun
semua permasalahan yang ada harus diungkap, dan yang melakukan kesalahan harus
meminta maaf dan bertanggungjawab.
-
Pada bulan Maret 2000,
Duta Besar Inggris, Sir Robin Christopher memberikan jawaban atas nama Perdana
Menteri Tony Blair, yang menyatakan, bahwa pada waktu itu (tahun 1945),
pemerintah Inggris memulihkan “law and
order” terhadap aksi yang dilakukan oleh para ekstremis yang dipersenjatai
oleh Jepang.
Jawaban Duta Besar Inggris Sir Robin Christopher
(Untuk memperbesar, silakan klik suratnya)
KPHARS menjawab, apabila pemerintah Inggris menolak bertanggungjawab atas pemboman Surabaya November 1945 dan meminta maaf kepada rakyat Surabaya, maka KPHARS akan meminta Dewan Keamanan PBB membentuk Fact Finding Commission yang akan meneliti kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan yang telah dilakukan oleh tentara Inggris di Surabaya pada bulan November-Desember 1945.
-
Pada 1 April 2000,
Pemerintah Inggris mengutus Nigel Pooley, dari Ministry of Foreign Affairs, dan
kami bertemu di Hotel Majapahit, Surabaya. Disampaikan kepada kami, bahwa
Pemerintah Inggris sangat memperhatikan tuntutan KPHARS.
-
Bulan Juli 2000, dengan didampingi oleh Kol. TNI (Purn.) Goenanto Martodipoero, Widya Iswara LEMHANNAS RI, saya sebagai Ketua KPHARS
diterima oleh Dr. Purnomo Yusgiantoro, Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional
RI (LEMHANNAS RI), di mana saya menyampaikan gagasan untuk menyelenggarakan
seminar internasional bersama LEMHANNAS RI dengan tema masalah pemboman
Surabaya. Beliau telah mendapat informasi dari Prof. Subroto mengenai kegiatan
KPHARS, dan beliau mendukung gagasan ini.
Paling kiri, Nigel Pooley dari Kementerian Luar Negeri Inggris.
saya duduk di tengah, didampingi oleh beberapa pendukung KPHARS di Surabaya.
(Untuk memperbesar, silakan klik fotonya)
Setelah Beliau diangkat
menjadi Menteri Petambangan dan Energi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri,
rencana seminar ini didukung juga oleh Letjen TNI Johnny Lumintang, Gubernur
LEMHANNAS RI, yang kemudian meneruskan usulan ini ke Departemen Pertahanan RI.
Dephan mendukung rencana tersebut dan menyediakan dana untuk penyelenggaraan
seminar internasional.
-
Akhir Agustus 2000, Duta
Besar Inggris yang baru, Mr. Richard Gozney mulai bertugas di Jakarta. Pada 17
Oktober 2000, saya diundang oleh beliau ke Kedutaan Inggris. Duta Besar Richard Gozney menegaskan lagi yang telah dikatakan oleh Mr. Nigel Pooley mengenai sikap
Pemerintah Inggris. Beliau menyatakan bersedia hadir di seminar yang akan kami
selenggarakan bersama LEMHANNAS.
-
Pada 27 Oktober 2000, diselenggarakan seminar di LEMHANNAS RI, Jl. Medan Merdeka Selatan, dengan tema: “The Battle of Surabaya November 1945. Background and Consequences.”
Seminar dibuka oleh
Letjen Johnny Lumintang, Gubernur LEMHANNAS. Keynote speaker adalah Prof. Dr.
Mahfud M.D., Menteri Pertahanan RI. Narasumber adalah Dr. Ruslan Abdulgani,
pelaku sejarah, Richard Gozney, Dubes Inggris, Mayjen TNI (Purn.) Soebiantoro,
pelaku pertempuran Surabaya 1945, Dra. Suwarni Salyo, mantan aktifis Pemuda
Putri tahun 1945, Mayjen TNI (Purn.) Soebiantoro, pelaku pertempuran Surabaya
Oktober/November 1945, Kol. TNI (Purn.) Soepardijo, pelaku sejarah/Kepala Pusat
Sejarah Yayasan Pembela Tanah Air (Yapeta).
Moderator untuk dua sesi
diskusi adalah Dra. Irna H.N. Hadi Soewito dan Batara R. Hutagalung.
Seminar dihadiri oleh
sekitar 250 peserta. Juga hadir para Atase Pertahanan dari Inggris, Australia,
Jerman, Pakistan dan India serta beberapa tamu asing lain. Perlu diketahui,
bahwa yang bertempur di Surabaya tahun 1945 adalah 5th
British-Indian Division, di mana banyak terdapat tentara yang berasal dari
India, Pakistan, Nepal dan juga dari Australia.
Dalam seminar tersebut,
Dubes Inggris Richard Gozney, atas nama pemerintah dan rakyat Inggris
menyampaikan:
1.
Menyampaikan penyesalan
atas terjadinya peristiwa tersebut,
2.
Mengakui terus terang
bahwa memang demikian politik Inggris pada waktu itu, yaitu membantu Belanda
untuk memperoleh kembali jajahannya, dan mohon pengertian dari rakyat Indonesia
atas situasi pada waktu itu. (Kaset rekaman ada pada saya, dan transkrip
pernyataan Dubes Inggris Richard Gozney dapat dibaca dalam buku Batara R.
Hutagalung, “10 November 1945. Mengapa Inggris Membom Surabaya?”, 482 halaman.
Penerbit Millenium Publisher, Jakarta, Oktober 2001.
(Pernyataan
selengkapnya Duta Besar Inggris Richard Gozney, silakan klik: http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/12/pernyataan-duta-besar-kerajaan-inggris.html
)
Seminar di LEMHANNAS RI, 27 Oktober 2000.
(Untuk memperbesar, silakan klik fotonya)
Dari kiri: Richard Gozney, Dubes Inggris, Batara R. Hutagalung, Ketua KPHARS
Ruslan Abdulganie, pelaku sejarah.
Dari kiri: Mayjen TNI (Purn.) Soebiantoro, pelaku sejarah, Dra. Irna Hadi Soewito, Moderator,
Kol. TNI (Purn.) Supardijo, pelaku sejarah, Dra. Suwarni Salyo, pelaku sejarah
Dari kiri: Dra. Irna Hadi Soewito, Kol. TNI (Purn.) Supardijo, Dra. Suwarni Salyo.
berfoto bersama Panitia Seminar Internasional.
-
Atas undangan KPHARS,
dan berkoordinasi dengan Panitia 10 November, Dubes Inggris, didampingi oleh
Konsul Inggris di Surabaya dan Direktur The British Council, hadir dalam
peringatan Hari Pahlawan 10 November 2000. Pada hari bersejarah tersebut,
Presiden RI Abdurahman Wahid bertindak sebagai Inspektur Upacara. A. Wahid
adalah Presiden RI kedua yang hadir pada peringatan Hari Pahlawan di Surabaya.
Presiden Sukarno adalah
Presiden RI yang pertama hadir pada peringatan Hari Pahlawan, yaitu pada
peringatan 10 November 1957.
Selama 32 tahun berkuasa, Presiden Suharto tidak pernah
hadir di Surabaya, demikian juga dengan Presiden yang lain.
Peringatan Hari Pahlawan di Surabaya, 10 November 2000.
Inspektur Upacara, Presiden RI Abdurrachman Wahid.
Duta Besar Inggris Richard Gozney hadir. (Duduk di barisan kedua, paling kiri)).
Sangat disayangkan, semua media yang hadir di acara tersebut tidak menyadari pentingnya peristiwa bersejarah tersebut, bahwa untuk pertama kalinya Duta Besar Kerajaan Inggris menghadiri acara Peringatan Hari Pahlawan di Surabaya.
-
KPHARS dibubarkan, dan
pada 10 November 2000 di Surabaya, kami
kemudian mendirikan Yayasan Persahabatan 10 November ’45. Bersama Dubes Inggris, disiapkan
program rekonsiliasi, yaitu mengundang mantan tentara Inggris atau
putra/putrinya untuk menghadiri peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2001
di Surabaya, termasuk putra Brigjen AWS Mallaby.
-
Dubes Inggris Richard
Gozney ketika berada di Inggris, menghubungi putra Brigjen AWS. Mallaby, Sir
Christopher Mallaby, yang kebetulan dia kenal baik. Sir C. Mallaby menyambut
baik gagasan tersebut dan menyatakan kesediaannya untuk hadir –bersama
adik-adiknya- pada 10 November 2001 di Surabaya, karena mereka belum pernah
mengunjungi makam ayah mereka di Menteng Pulo, Jakarta.
Persiapan telah
dilakukan, a.l. Sir C. Mallaby akan memberikan ceramah di Universitas Airlangga
pada 11 November 2001, dan kemudian di kalangan pebisnis di Jakarta pada 12
November 2001, karena beliau kini adalah direktur satu Bank di Inggris. Hotel di
Jakarta telah dipesan -dan telah dibayar oleh Kedutaan Inggris- tempat untuk
Business Lunch di Hotel Grand Hyatt.
Surat Dubes Inggris Richards Gozney mengenai
persiapan kedatangan Sir C. Mallaby
Batara R. Hutagalung, Ketua Yayassan Persahabatan November '45
membuka acara Bussiness Lunch
Peserta Bussiness Lunch di Hotel Grand Hyatt
Richard Gozney, Duta Besar Inggris dan Batara R. Hutagalung
Dari kiri: Bill Schrader, CEO British Petroleum; Setiawan Djody, CEO Setdco;
Harvey Goldstein, CEO Harvest International, Batara R. Hutagalung
- Tahun 2005, Dubes Inggris, Charles Humfrey yang menggantikan Richard Gozney bersedia melanjutkan program ini.
Di acara Ulang Tahun Ratu Inggris, Elizabeth II, Juni 2006 di Hotel Four Season
Dari kiri: Nikolaos van Dam, Dubes Belanda, Batara R. Hutagalung, Theo Sambuaga, Ketua Komisi I DPR RI,Hassan Wirayudha, Menlu RI, Surya Paloh, Charles Humfrey, Dubes Inggris.
Sejak 12 April 2005,
kami telah tiga kali mengirim surat kepada Presiden Yudhoyono memohon kehadirannya dalam peringatan
Hari Pahlawan ke 60 di Surabaya tanggal 10 November 2995, dan menjadi Presiden RI ketiga yang hadir di
Surabaya pada Peringatan Hari Pahlawan. Setelah surat ketiga, kami baru mendapat jawaban pada bulan Juni 2005
dari Sekretariat Presiden, yang mengatakan, bahwa pada hari tersebut (10
November 2005), Presiden telah mempunyai acara lain.
-
Pihak Inggris sebenarnya
telah menyatakan kesediaannya (tertulis) untuk memberikan setiap tahun beasiswa
bagi dua orang sarjana S-1 dari Perguruan Tinggi di Surabaya untuk membuat S-2
(Master degree) di Inggris, dan akan membahas rencana
mendirikan rumah sakit dan sekolah di Surabaya, namun Pemerintah Kota
Surabaya waktu itu tidak memberikan respons sama sekali. Demikian juga tidak ada
respons dari pemerintah Pusat di Jakarta.
-
Semoga program
rekonsiliasi dengan mantan tentara Inggris dan putra Brigjen A.W.S. Mallaby
yang tewas di Surabaya 30 Oktober 1945, akan mendapat dukungan baik dari
Pemerintah RI di Jakarta, maupun Pemerintah Kota Surabaya.
Demikian penjelasan
sehubungan dengan perjuangan menuntut pemerintah Inggris atas pemboman Surabaya November –
Desember 1945, dan rencana program rekonsiliasi di Surabaya antara Veteran RI
di Surabaya dengan Veteran Inggris bersama Sir Christopher Mallaby..
Merdeka!